Bagaimana Desainer Interior Hollywood Membantu Saya Benar-benar Tinggal di Ruang Tamu Saya

Masalah dengan ruang tamu saya adalah kami tidak benar-benar tinggal di sana. Kami menyimpan mainan di dalamnya. Sesekali kami menata ulang furnitur. Lalu kami membeli lebih banyak furnitur dan memutuskan bahwa keadaannya lebih buruk. Ini berlangsung sekitar enam tahun. Saya dan suami membeli rumah bergaya Spanyol kami di West Hollywood segera setelah kami menikah, tetapi sebelum kami memiliki anak. Rumah itu dulunya milik desainer Billy Haines. Orang-orang di dunia desain menyukai detail ini. Itu tidak berarti apa-apa bagi saya. Saya hanyalah orang biasa yang mendambakan desain yang bagus tetapi bingung karenanya. Jika saya terpesona ketika seseorang memadukan bantal sofa dengan berbagai motif, saya membeku karena panik di toko kain. Rasanya selalu terlalu banyak waktu, energi, dan uang untuk menjadi salah satu "orang dunia desain" ini. Suami saya pun tidak senang tinggal di Holiday Inn. Ketika kami pertama kali pindah, seorang teman dari dunia desain membantu saya memilih beberapa furnitur khusus berwarna indigo yang cantik untuk ruang tamu. Furnitur itu tidak pernah pas—sofanya terlalu kecil dan kursinya terlalu besar. Saya selalu merasa seperti Alice in Wonderland ketika mencoba nongkrong di sana, yang jarang terjadi. Saya belum mengerti bahwa orang dewasa harus membeli furnitur seperti halnya mereka membeli pakaian atau aksesori: hanya beberapa barang abadi dalam setahun. Lalu saya menyewa desainer lain melalui layanan daring yang ahli dalam beberapa hal, seperti memperkenalkan saya pada gorden yang menarik dari Anthropologie untuk ruang kerja saya. Namun, dia juga membujuk saya untuk membeli beberapa barang yang lebih murah dan salah untuk ruang tamu. Saat itulah saya belajar untuk berhenti membeli barang-barang generik di toko-toko ritel. Orang-orang menjual barang-barang ini dengan harga murah di Craigslist. Itulah yang saya lakukan ketika saya menyadari ruang tamu saya masih jauh dari kondisi terbaiknya. Lalu beberapa teman saya, seperti desainer perhiasan Irene Neuwirth dan kreator acara televisi New Girl, Liz Meriwether, mulai membeli rumah dan meminta teman lain, Sarah Shetter, mendesainnya. Rumah mereka terasa unik, hangat, dan feminin. Canggih tapi tidak norak. Elegan dan nyaman, tapi tidak trendi. Kini kedua wanita ini, beserta klien-klien Sarah lainnya, seperti aktris Busy Phillips, Gillian Jacobs, dan Alison Brie, punya kantong yang jauh lebih tebal daripada saya. Mustahil saya bisa menyewa Sarah untuk merenovasi seluruh rumah saya. Tapi, untungnya, dia setuju untuk merenovasi ruang tamu saya yang bermasalah saja. Saran pertamanya adalah berhenti menata ulang furnitur dan mulai dari awal lagi. Wajar saja! Lalu dia menyarankan sofa putih seharga $8.000, dan saya hampir muntah karena protes. Akhirnya kami memilih sofa dari Restoration Hardware dengan harga sekitar setengahnya, yang tetap saja terasa gila. Saya pikir biru tua akan ramah anak dan keren, sampai Sarah meyakinkan saya bahwa merah muda akan lebih keren lagi—beludru merah muda! Sebuah pencerahan! Lagipula, dia punya pacar yang akan datang dan menyemprotnya dengan pelindung. Tentu saja, kami butuh barang-barang lain. Sarah menemukan beberapa bangku bambu cantik dari tahun 1960-an yang harganya luar biasa mahal. Saya akhirnya memutuskan untuk berfoya-foya, mengingat akan butuh waktu lama untuk menemukan yang lebih saya sukai. Saya juga menghemat uang dengan hanya membeli karpet Persia kecil untuk melapisi sisal saya yang sudah ada—siapa sangka itu halal? Saya menunda pembelian kursi berlengan vintage mahal yang akan dilapisi ulang dengan kain Prancis yang mewah. Sebagai gantinya, saya menemukan kursi serupa di Chairish dengan setengah harga. Sarah terkesan dengan sumber daya saya. Lihat, kan? Saya sudah menggunakan istilah-istilah orang dunia desain. Saya bahkan meminta tukang pelapis furnitur murah saya untuk membuat bantal dari sisa kain tersebut. Sekarang, saya suka meracik bantal-bantal dengan berbagai motif. Yang lebih penting, saya suka tinggal di ruang tamu—dan sering membentak anak-anak saya agar tidak menginjak sofa merah muda. Awalnya Dimuat di Architectural Digest